Halaman

Kamis, 24 Mei 2012

Gangguan Jalan Lahir


4.1.4 Gangguan Jalan Lahir


DISTOSIA AKIBAT GANGGUAN pada JALAN LAHIR
PENDAHULUAN


DISPROPORSI SEPALOPELVIK
Ganguan keseimbangan kepala janin dan panggul
  • CPD absolut : perbedaan antara kepala janin dengan panggul ibu sedemikian rupa sehingga menghalangi terjadinya persalinan per vaginam dalam kondisi optimal sekalipun
  • CPD relatif : jika akibat kelainan letak, kelainan posisi atau kelainan defleksi sedemikian rupa sehingga menghalangi persalinan per vaginam.
Kurangnya diameter panggul dapat menyebabkan distosia.
Kesempitan panggul dapat terjadi pada : pintu atas panggul, bidang tengah panggul pintu bawah panggul atau kombinasi diantaranya.

KESEMPITAN PINTU ATAS PANGGULPAP

Pintu atas panggul dinyatakan sempit bila ukuran
  • Ø antero-posterior terpendek < 10 cm
  • Ø tranversal terbesar < 12 cm
Perkiraan Ø AP – PAP dilakukan dengan mengukur Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; kesempitan PAP ditegakkan bila ukuran CD < 11.5 cm.




 Mengukur Conjugata Diagonalis
Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata Ø biparietal - BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin dapat melewati  panggul bila Ø AP – PAP < 10 cm.
Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun anak dalam kandungan ibu yang dimaksud biasanya juga kecil.
Dalam keadaan normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik dibantu pula dengan tekanan hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung bagian terendah janin terhadap servik serta penebalan fundus uteri dan penipisan segmen bawah rahim..
Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas PAP, semua tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus kesempitan PAP.
Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik pada selaput ketuban pada daerah servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan normal.
Kesempitan PAP merupakan predisposisi terjadinya kelainan presentasi.
Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak muka dan letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 – 6 kali lipat.

KESEMPITAN BIDANG TENGAH PANGGUL – BTP
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan PAP
Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” pada perjalanan persalinan dengan posisio occipitalis posterior, sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan BTP.
Bidang obstetrik BTP terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5.
Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi BTP menjadi bagian anterior dan bagian posterior.
Batas anterior bagian anterior BTP adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic.
Batas dorsal bagian posterior BTP adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum.

Ukuran rata-rata BTP:
  • Ø tranversal (interspinous) = 10.5 cm
  • Ø AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) = 11.5 cm
  • Ø Sagitalis Posterior - DSP (titik pertengahan Ø interspinous dengan pertemuan S4 – S5) = 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti kesempitan PAP
BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila penjumlahan  dari Ø Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) <13.5 cm.
Dengan demikian maka BTP diduga mengalami penyempitan bila Ø interspinous < 10 cm dan bila < 8 cm, dinyatakan bahwa pasti terdapat kesempitan pada BTP.
Dugaan adanya kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina ischiadica yang menyolok.


KESEMPITAN PINTU BAWAH PANGGUL – PBP
Terjadi kesempitan pada PBP bila Ø intertuberosa < 8 cm.
PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama (berupa distansia intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama.
  • Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis.
  • Apex segitiga posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).
Berkurangnya nilai distansia intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi dapat terjadinya robekan perineum yang luas.
Distosia akibat kesempitan PBP saja jarang terjadi oleh karena kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan BTP.

Fraktura panggul dan kontraktur
Trauma panggul akibat cedera kecelakaan lalulintas sering terjadi sehingga dapat terjadi gangguan pada bentuk dan ukuran panggul.
Riwayat adanya cedera panggul membutuhkan evaluasi lebih lanjut pada kehamilan lanjut.
Tinggi badan, cara berjalan, bentuk perut “gantung”, kelainan bentuk tulang punggung (skoliosis) dapat mendorong pemikiran adanya kecurigaan pada kesempitan panggul.
image
Perut Gantung (Pendular Abdomen)

PENILAIAN KAPASITAS PANGGUL
  1. Pengukuran Conjugata Diagonalis dengan pemeriksaan panggul
  2. Pengukuran diameter interspinarum
  3. Penonjolan spina ischiadica
  4. Sudut arcus pubis
  5. [ Pemeriksan X-ray pelvimetri ]
  6. [ Computed Tomography Scanning ]
  7. [ Magnetic Resonance Imaging ]
  8.  
DISTOSIA AKIBAT JALAN LAHIR LUNAK
Abnormalitas anatomik organ reproduksi wanita dapat menyebabkan abnormalitas atau gangguan jalannya proses persalinan.
Kelainan dapat meliputi : uterus- servix – vagina – vesika urinaria – rektum dan masa dalam adneksa serta parametrium (kista ovarium, mioma uteri).

Kelainan Uterus:
  • Kelainan bentuk uterus (uterus bicornu, uterus septus)
  • Prolapsus uteri
  • Torsi uterus
Kelainan servix uteri: jaringan sikatrik yang menyebabkan stenosis servik
Kelainan vulva - vagina : Septum vagina, sikatrik vulva dan vagina , “Giant Condyloma Accuminata”
Vesica urinaria dan rectum yang penuh dapat menyebabkan distosia
Masa adneksa : mioma uteri dibagian servik, kista ovarium



ASKEB IV (Patologi Kebidanan)-{Distosia Kelainan Jalan Lahir}

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor ”P” utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu ), penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan. Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia.
Salah satu penyebab dari distosia karena adalah kelainan jalan lahir lunak seperti vulva, vagina, serviks dan uterus. Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan menentukan prognosis ibu dan janin.
1.2  Tujuan
  1. Agar mahasiswa mengetahui penyebab distosia pada persalinan karena kelainan jalan lahir.
  2. Agar Mahasiswa mengetahui apa saja kelainan jalan lahir lunak yang menyebabkan distosia pada persalinan.
  3. Agar Mahasiswa mengetahui apa saja peran bidan dalam menangani distosia karena kelainan jalan lahir.
1.3  Rumusan Masalah
  1. Apa penyebab distosia pada persalinan karena kelainan jalan lahir lunak?
  2. Apa saja kelainan jalan lahir lunak yang menyebabkan distosia pada persalinan?
  3. Apa saja peran bidan dalam menangani distosia karena kelainan jalan lahir?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
2.2  Macam – Macam Distosia Jalan Lahir
2.2.1        Kesempitan Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau konjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. kesempitan pada konjugata vera (panggul picak) umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteriserta lambannnya pendataran dan pembukaan serviks. Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsus funikuli. Pada panggul  turunnya kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan pada semua ukuran; kepala memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi.
Bisa juga melalui perkiraan diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan melalui pengukuran Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan pintu atas panggul sering ditegakkan bila ukuran CD kurang dari 11,5 cm. Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata diameter biparietal – BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin dapat melalui panggul bila diameter AP – Pintu Atas Panggul .
Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun anak dalam kandungannya biasanya juga kecil. Dalam keadaan normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik terjadi melalui tekanan hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung bagian terendah janin terhadap servik. Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas Pintu Atas Panggul, semua tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus kesempitan Pintu Atas Panggul. Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik selaput ketuban pada servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan.
Kesempitan Pintu Atas Panggul merupakan predisposisi terjadinya kelainan presentasi. Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak muka dan letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 – 6 kali lipat.
2.2.2        Kesempitan Bidang Tengah Panggul
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Apabila ukurannya kurang dari 9,5 cm, perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan, apalagi bila diameter sagitalis posterior juga pendek. Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap (transverse arrest).
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas Panggul.
Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” ( LETAK MALANG MELINTANG RENDAH ) pada perjalanan persalinan dengan posisi occipitalis posterior ( sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5. Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang Tengah Panggul menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas anterior bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior Bidang Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum.
Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :
  • Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
  • Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
  • Diameter Sagitalis Posterior – DSP ( titik pertengahan diameter interspinous dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti halnya kesempitan PAP. Chen dan Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila jumlah dari Diameter Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) kurang dari 13.5 cm. Dengan demikian maka BTP diduga mengalami penyempitan bila diameter interspinous. Dugaan klinik adanya kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina ischiadica yang menyolok.
2.2.3        Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul merurpakan bidang yang tidak datar, tetapi terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil daripada biasa, maka sudut arkus pubis mengecil pula (kurang dari 80°). Agar kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang persalinan per vaginaan dapat dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perineum. PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama ( berupa diameter intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama.
Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis. Apex segitiga posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).
Terjadi kesempitan pada Pintu Bawah Panggul bila diameter intertuberosa.
Berkurangnya nilai diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi pada persalinan terjadi robekan perineum yang luas. Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi mengingat bahwa kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul.
2.3  Penanganan
Dewasa ini 2 tindakan dalam penanganan disproporsi sefalopelvikyang dahulu banyak dilakukan tidak diselenggarakan lagi. Cunam tinggi dengan menggunakan axis-traction forceps dahulu dilakukan untuk membawa kepala janin – yang dengan ukuran besarnya belum melewati pintu atas panggul – ke dalam rongga panggul dan terus keluar. Tindakan ini ini sangat berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh seksio sesarea yang jauh lebih aman. Induksi partus prematurus umumnya juga tidak dilakukan lagi. Keberatan tindakan ini ialah kesulitan untuk menetapkan apakan janin walaupun belum cukup bulan, sudah cukup tua dan besar untuk hidup dengan selamat di luar tubuh ibu dan apakah kepala janin dapat dengan aman melewati kesempitan pada panggul ibu.
Selain seksio sesarea, dapat pula dilakukan partus percobaan, simfisiotomia dan karsiotomia. Namun simfisiotomia jarang sekali dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomia hanya dilakukan pada janin mati.
  • Seksio sesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secar elektif atau primer, yakni sebelum persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa waktu.
Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena terdpat disproporsi sefalopelvik yang nyata. Selain itu seksio tersebut diselenggarakan pada kesempitan ringan apabila ada factor-faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti primigrvida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami masa infertilitas yang lama, penyakit jantung dan lain-lain.
Seksio sesarea sekundar dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal, atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tidak atau belum dipenuhi.
  • Persalinan percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk menyelenggarakan persalinan percobaan. Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin; kedua fakto ini tidak dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung selama beberapa waktu.
Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat. Di atas sudah dibahas indikasi-indikasi untuk seksio sesarea elektif; keadaan-keadaan ini dengan sendirinya merupakan kontra indikasi untuk persalinan percobaan. Selain itu, janin harus berada dalam presentasi kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu. Karena kepala janin bertambah besar serta lebih sukar mengadakan moulage, dan berhubung dengan kemungkinan adanya disfungsi plasenta, janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran yang dapat timbul pada persalina percobaan. Perlu disadari pula bahwa kesempitan panggul dalam satu bidang, seperti pada panggul picak, lebih menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa bidang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
  1. Pengawasan terhadap keadaan ibu dan janin. Pada persalina yang agak lama perlu dijaga agar tidak terjadi dehidrasi dan asidosis
  2. Pengawasan terhadap turunnya kepala janin dalam rongga panggul. Karena kesempitan pada panggul tidak jarang dapat menyebabkan gangguan pada pembukaan serviks
  3. Menentukan berapa lama partus percobaan dapat berlangsung
  • Simfisiotomi
Simfisotomi ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas. Tindakan ini tidak banyak lagi dilakukan karena terdesak oleh seksio sesarea. Satu-satunya indikasi ialah apabila pada panggul sempit dengan janin masih hidup terdapat infeksi intrapartum berat, sehingga seksio sesarea dianggap terlalu berbahaya.
  • Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut-berlarut dan dengan janin sudah meninggal, sebaiknya persalina diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi. Hanya jika panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan dengan kraniotomi, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang dinamakan distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah kelainan pada jalan lahir. Kelainan jalan lahir dapat terjadi di vulva, vagina, serviks dan uterus. Peran bidan dalam mengangani kasus ini adalah dengan kolaborasi dan rujukan ke tempat pelayanan kesehatan yang memilki fasilitas yang lengkap.
3. 2 Saran
Peran bidan dalam menangani kelainan jalan lahir hendaknya dapat dideteksi secara dini melalui ANC yang berkualitas sehingga tidak ada keterlambatan dalam merujuk. Dengan adanya ketepatan penanganan bidan yang segera dan sesuai dengan kewenangan bidan, diharapkan akan menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
http://dheeveryan.wordpress.com/2011/07/29/askeb-iv-patologi-kebidanan-distosia-kelainan-jalan-lahir/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar